top of page

Mengantisipasi Praktik Overcharging Bagi PMI

metasukmadani

Salah satu permasalahan utama yang dihadapi para Pekerja Migran Indonesia (PMI) adalah adanya praktik overcharging atau biaya penempatan yang berlebih. Dengan demikian, diperlukan edukasi yang menyeluruh bagi para calon PMI, khususnya sebelum berangkat ke negara penempatan agar tidak mengalami pembayaran yang berlebih. Hal ini pula yang dibahas dalam penyuluhan hukum “Memahami Hukum Ikatan Perjanjian Antara CPMI Dengan P3MI” yang diselenggarakan secara daring pada Kamis (26/9). Penyuluhan ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan kolaborasi antara Divisi Migrant Workers IDN Global dengan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. 


Dosen Fakultas Hukum UII Yogyakarta Ayunita Nur Rohanawati mengatakan, berdasarkan pasal 30 ayat 2 UU nomor 18 tahun 2017 para PMI tidak dapat dibebani biaya dalam proses penempatan di luar negeri. Tercatat ada 10 (sepuluh) golongan PMI yang dibebaskan dari biaya penempatan ini termasuk di antaranya pengurus rumah tangga, pengasuh lansia, pengasuh anak dan bayi, petugas kebersihan hingga awak kapal perikanan migran.


Adapun biaya penempatan ini dibebankan pada P3MI (Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia) dan pemerintah daerah yang bekerjasama dengan lembaga pelatihan kerja yang terakreditasi. Sebelum bekerja di negara penempatan, calon PMI juga membuat perjanjian dengan P3MI, sehingga perlu dipastikan dokumen-yang diberikan sudah sesuai. Salah satunya, calon PMI perlu memahami satu persatu pasal yang termuat dalam perjanjian. Para calon PMI juga diperbolehkan untuk menyampaikan keberatannya jika ada pasal yang merugikan. 


“Biaya yang tidak dibebankan PMI di antaranya tiket berangkat kerja dan pulang ke tanah air, visa kerja, legalisasi perjanjian kerja, pengurusan paspor, jaminan sosial PMI, pemeriksaan kesehatan dan psikologi di dalam negeri, serta transport lokal dari daerah menuju ke pusat kota dan akomodasi,” papar Ayunita.

  

Namun berbeda halnya dengan biaya penempatan PMI yang ditempatkan secara resmi oleh BP2MI. Biaya penempatan dibebankan pada pemberi kerja di negara penempatan atau atas dasar kesepakatan antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah di negara penempatan. 


Ayunita mengatakan ada sejumlah faktor yang menjadi penyebab adanya praktik overcharging yang terjadi selama ini, Di antaranya ketidaktahuan overcharging, para PMI belum memahami peraturan terkait biaya penempatan, PMI tidak berani melaporkan tindakan overcharging karena intimidasi pelaku, serta tidak sadar mendapat uang pesangon yang dijadikan utang pada PMI. 


Merujuk pada undang-undang di atas, perlindungan terhadap PMI itu diberikan mencakup sebelum berangkat, saat di negara penempatan, hingga kembali ke tanah air. Perlindungan yang diberikan juga meliputi keluarga dari PMI. “Salah satu yang dijanjikan adalah penyelesaian kasus PMI dengan pemberi kerja di negara penempatan. Mediasi bisa dilakukan oleh perwakilan pemerintah Indonesia di negara penempatan. Selain itu, kami dari PKBH (Pusat Konsultasi Bantuan Hukum) UII juga akan bersedia membantu,” imbuh Ayunita. 


Kendati demikian, Ayunita mengatakan implementasi terhadap undang-undang perlindungan PMI selama ini belum diterapkan secara maksimal. Hal ini mengingat sanksi yang diberikan kepada para pihak yang melanggar sangat lemah yakni hanya bersifat administratif seperti peringatan tertulis dan penghentian sementara. Jarang dilakukan pencabutan surat izin P3MI secara langsung. 


Presiden IDN Global Sulistyawan Wibisono mengatakan permasalahan PMI ini bermuara dari hulu atau dari dalam negeri. Rata-rata para PMI ini belum matang khususnya dari segi bahasa sebelum diberangkatkan sehingga perlu diberikan pengetahuan hukum agar terhindar dari praktik overcharging. Iwan mengatakan target utama penyuluhan hukum ini adalah PMI yang bersedia untuk mengadvokasi rekan sesama PMI lainnya secara sukarela.


Sementara itu, Dekan FH UII Yogyakarta Budi Agus Riswandi mengharapkan kolaborasi antara IDN Global dan FH UII ini dapat memberikan manfaat bagi kedua belah pihak agar kegiatan yang dilakukan tidak hanya sekedar penyuluhan, namun juga menyangkut hal konkkrit baik advokasi maupun fasilitasi. 


Melalui kerjasama ini, Budi mengatakan sangat terbuka kepada semua pihak khususnya para PMI. Jika membutuhkan bantuan, PKBH UII Yogyakarta akan memberikan bantuan hukum secara pro bono. Baik itu terkait masalah hukum yang terjadi di tanah air maupun berkonsultasi secara online. (IDN Global) 



Comments


bottom of page