Dukung Perlindungan Hukum Bagi PMI di Luar Negeri
26 September 2022
Para Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bekerja di luar negeri rentan dengan permasalahan hukum. Terlebih dengan latar belakang pendidikan dan penguasaan bahasa asing yang minim berikut wawasan yang terbatas kerap dimanfaatkan banyak pihak saat berada di luar negeri.
Hal itu pula yang dirasakan 6 orang ABK (Anak Buah Kapal) Kapal Kargo Fujisan 01 di Taiwan yang ditipu majikannya saat diminta berlayar ke Vietnam untuk mengambil barang yang disinyalir berupa cerutu rokok. Namun saat tiba di Kaohsiung dan diperiksa pihak Kepolisian Laut Taiwan, isi barang tersebut ternyata berupa narkoba.
“Vonis Pengadilan Negeri Taiwan sudah keluar dan hasilnya sangatlah berat karena kami dihukum 10 tahun penjara. Padahal kami ditipu dan dijebak. Masa depan kami jadi hancur. Jadi kami minta bantuan dan dukungannya agar kami bisa bebas dan kembali pulang ke tanah air”, ujar salah satu ABK Haryanto Simamora asal Medan saat memberikan testimoninya dalam acara “Sahabat Diaspora” yang diselenggarakan Divisi PMI IDN Global pada Sabtu (24/9).
Saat ini, keenam ABK ini didampingi organisasi ABK di Kaohsiung Stella Maris dan berencana untuk mengajukan banding atas vonis yang telah diputuskan Pengadilan Negeri Taiwan pada 31 Agustus lalu.
“Kami sedang mencari metode lain dalam proses banding karena vonis tersebut sangat menyakitkan bagi keenam ABK ini. Pihak yang mengetahui penipuan ini hanya dihukum 7 tahun penjara, sementara majikannya kabur. Jadi kami sangat terbuka jika ada yang ingin mendukung mereka dalam proses hukum selanjutnya”, ucap Direktur Stella Maris International Migrants Service Center Kaohsiung, Taiwan Romo Ancensius Guntur.
Selain organisasi Stella Maris di Taiwan, sejumlah organisasi lain juga turut dihadirkan sebagai pembicara. Di antaranya Director of Program and Education Singapore Sisi Sukiato yang programnya berfokus pada perlindungan terhadap migrant workers di Singapura, Direktur Peduli Kasih Hong Kong Nathalia Widjaja yang mendukung khususnya kesehatan emosional para PMI di Hong Kong, serta Divisi Tenaga Kerja Forum Diaspora Indonesia Kuwait (FDIK) Ridwan Manurung yang senantiasa memberikan pendampingan bagi para PMI di Kuwait yang memiliki permasalahan hukum khususnya perihal kontrak kerja dengan perusahaan di Kuwait.
Sehubungan dengan perlindungan bagi para perempuan migrant workers di Singapura, Sisi Sukiato mengatakan pernah mendampingi kasus PMI yang turut menjadi perhatian baik itu pemerintah Singapura maupun Indonesia. Yakni kasus Parti Liyani yang dituduh mencuri barang milik majikannya yaitu eks Bos Bandara Internasional Changi Liew Mun Leong. Setelah pihak organisasinya turut memberikan pendampingan hukum, akhirnya digelar kembali proses penyelidikan kasus hingga akhirnya Parti Liyani dinyatakan tidak bersalah dan bisa kembali ke tanah air.
Sementara itu, Ridwan Manurung mengatakan, dalam proses penyelesaian masalah kontrak kerja PMI di Kuwait pihaknya lebih menekankan pada jalur kekeluargaan. Hal ini mengingat jika PMI ingin meneruskan kasusnya ke pengadilan, pihak FDIK beserta Kedutaan RI di Kuwait belum bisa memfasilitasi perihal biaya hukum pengacara atau keseluruhan biaya ditanggung PMI yang bersangkutan sehingga hal itu dinilai memberatkan bagi PMI.
Adapun sejumlah kasus yang pernah ditangani FDIK di antaranya 15 PMI dari Tanzifco yang mengalami masalah kontrak kerja habis dan terus dipekerjakan tanpa pembaharuan kontrak kerja (2018-2020), PMI dari Great Wall Drilling Company (GWDC) yang telah bekerja selama 3 tahun namun tidak mendapatkan pesangon (2019-2021), serta 10 PMI dari AGAM (Aktifitas Pelabuhan) yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak (2022).
Nathalia Widjaja mengatakan, para PMI khususnya yang bekerja sebagai migrant workers sangat rentan terhadap gangguan mental mengingat panjangnya shift kerja dan minim hari libur serta tinggal di perantauan. Untuk itu, Peduli Kasih Hong Kong kerap mengadakan webinar dan pendampingan mental bagi para PMI, khususnya yang telah mengalami stres dan depresi. (IDN Global)